Prof Masrukhi: "Apapun yang kita berikan, harus ikhlas"


Radio Idola menggelar Diskusi SPIRIT BERBAGI; Berkarya, Berbagi dan Berkorban, pada Selasa, 29 September 2015. Diskusi bertempat di Gedung Wisma Perdamaian Jl Imam Bonjol, Pusat Kota Semarang. Tampil sebagai narasumber Prof Dr Masrukhi (rektor Universitas Muhammadiyah Semarang/Unimus), Prie GS (penulis dan budayawan), Denny Rumapar (Pengusaha). Diskusi dihadiri ratusan peserta. Turut hadir dalam acara penting tersebut Sukarno (penulis buku, jurnalis, anggota PPWI dan pendiri Mediajatengonlen.com).



Prof Masrukhi yang kini menjabat sebagai Rektor Unimus, mengungkapkan agama memang memandang sedekah, berbagi sebagai keharusan. Kisah-kisah kehidupan masyarakat pada zaman Nabi Muhammad SAW. "Dijahati, dimaki, diludahi. Ketika yang meludahi sakit, Nabi mengunjungi, mengirimi buah tangan. Kisah kisah kesalehan akan mendatangkan kemaslahatan. Kesalehan adalah nilai-nilai universal yang harua dijunjung bersama. Peradaban itu dibangun berdasarkan pondasi memberi, " tutur Masrukhi.
Saat ini Unimus sedang membuat dua desa binaan desa siaga sehat jiwa. Desa siaga sehat lansia di desa kangkung. Agar potensi2 yang ada di Unimus membangun sesuatu agar desa yang terisolir bisa bangkit spiritnya. "Membahagiakan orang lain bisa dengan apa yang kita miliki. Sedikit tapi bermanfaat bagi orang lain. Memberi kepada orang-orang yang kurang beruntung, anak jalanan, pengemis," Masrukhi juga menegaskan, "Apapun yang kita berikan, harus ikhlas"
Prie GS berkisah dulu melihat Pak Denny tidak cocok jadi orang miskin. "Saya baru sok berbagi saja pendengar saya sugih.," ujarnya. Prie mengakui adanya kultur berbagi di kampus. Dia bercerita dulu tidak punya cita-cita yang serius. Asal kuliah saja, lulus semua. Menurut Prie berbagi itu bukan tergantung pada apa yang dibagi tapi adakah intuisi berbagi. Berkarya untuk berbagi. Beramal. Berbagi atensi. "Cinta harus dideklarasikan, diekspresikan, " ungkapnya.
Sedangkan Denny Rumapar berkisah sebagai karyawan pada 2001 belajar untuk berbagi. Ketika ketemu teman-temannya sesama helper, makan siang bersama. Mampir di warung baginya wajib untuk membayari (mentraktir-Red). Pernah makan siang bersama dengan owner pabrik tempatnya bekerja. Dia yang membayari. "Bayaran saya sehari 17500, mbayari makan Rp 19 ribu, " ujarnya.
Dia berkisah pulang kampung dengan kegagalan, bekerja sebagai salesman door to door, jualan buku. Setelah kerja 3 bulan perusahaan tempat kerjanya di Bandung bangkrut. "Sebelumnya kos di Semarang, gak punya uang. Tinggal di pondok mertua indah, nunut," ujarnya. Dia justru tertantang untuk menunjukkan jadi helper. Setiap kali isterinya memasak, ada tetangga yang sudah tua dan tidak diurusi anak-anak mereka, dikirimi makanan. Dia kemudian naik pangkat jadi mandor. Hingga akhirnya sekarang ini mempunyai perusahaan berupa PT.

Related product you might see:

Share this product :

Post a Comment

 
Support : Sukarno Pressindo | Fatimah Pressindo | Putri Boga
Copyright © 2011. Media Jateng Onlen - All Rights Reserved
Template Created by Sukarno Pressindo Published by Fatimah Pressindo
Proudly powered by Sukarno